Sosialisasi FIBA World Cup 2023 ke sekolah-sekolah kembali berlanjut. Kali ini agenda sosialisasi diikuti komunitas basket tuna rungu.
Program Youth Leader “Basketball for Good” sebagai rangkaian dari sosialisasi perhelatan FIBA World Cup 2023 di Indonesia, 25 Agustus – 3 September terus berlanjut. Jika sebelumnya para youth leaders menyambangi sekolah dasar negeri, kali ini mereka hadir bersama komunitas basket tuna rungu dari Ranger Basketball di Lapangan Basket Sekolah Adik Irma, Tebet, Sabtu (29/7/2023).
Para youth leaders ingin menggunakan basket sebagai alat untuk melakukan perubahan positif di masyarakat. Sehingga para pecinta basket dari komunitas tuna rungu yang belajar basket tersebut juga bisa dikenal oleh masyarakat luas.
Baca juga: Sosialisasi FIBA World Cup 2023 di Sekolah-sekolah Jakarta Dimulai |
“Jadi ini bagian dari sosialisasi FIBA World Cup. Di mana kali ini kami mengunjung salah satu akademi bola basket di kelas tuna rungu. Tujuannya, agar infomasi terkait event besar FIBA World Cup 2023 yang juga digelar di Indonesia ini bisa tersosialisasikan juga kepada mereka. Karena ternyata mereka banyak belum tahu. Selain itu, kami juga mempromosikan program substainability yang mengangkat tema daur ulang sampah pada penyelenggaraan Piala Dunia di Jakarta,” kata salah satu youth leaders, Tamiang.
Pilihan komunitas tuna rungu ini sendiri alasannya karena komunitas ini sudah berdiri lama, tetapi masih banyak masyarakat yang belum tahu. Selain itu, mengapa menjangkau mereka, karena ini juga bagian dari pemenuhan hak kaum disabilitas dalam berolahraga serta berprestasi. Sebuah kesetaraan bagi semua orang.
Dua sesi digelar pada kunjungan kedua ini. Sesi pertama diikuti oleh sekitar 20 anak kelompok usia 9-12 tahun pada 07.30-09.00 WIB, lalu berlanjut dengan 12 anak kelas “deaf” pada pukul 09.15-10.00 WIB.
Sama dengan kunjungan pertama di SD Menteng, para youth leaders juga memberikan coaching clinic yang mengajarkan basic basket dengan dibalut dengan permainan atraktif. Namun, bedanya, pada sesi kelas tuna rungu, penjelasan dilakukan dengan bahasa isyarat untuk menyesuaikan dengan kebutuhan para peserta. Tidak ada kesulitan yang terjadi, karena para youth leaders dibekali diri dengan pembelajaran bahasa isyarat.
Baca juga: Timnas Basket Indonesia Akan Jajal Indonesia Arena di Test Event FIBA World Cup |
Tidak ada perbedaan materi latihan dan permainan yang diberikan kepada anak tuna rungu dengan kelas KU. Gim ‘recycle race’ kembali diberikan, namun dengan sistem yang berbeda dengan peserta KU. Jika di peserta KU para siswa dibagi dalam empat tim lalu mereka mengambil bola yang ditaruh di tengah-tengah lapangan dengan waktu terbatas. Pada sesi kelas tuna rungu, mereka dibagi berpasangan.
Setiap pasangan diberikan sebuah bola yang harus dipassing ke sesama mereka setiap berpindah posisi. Ini mengajarkan bukan hanya basic basket seperti passing dan latihan koordinasi, tetapi juga bagaimana mengajarkan agar mereka setiap berpindah tempat harus bisa menjaga kebersihan di sekitarnya.
Pada gim pertama ini, terlihat beberapa anak tuna rungu masih bingung mengikuti perpindahan tempat sesuai dengan cone orange yang ditaruh di lapangan. Tapi, keseruan tidak berkurang. Justru sebaliknya mereka antusias dan senang, karena saling bertabrakan saat berpindah tempat dan melakukan passing.
Kemudian di permainan kedua, ‘catch the team’, semua anak diminta untuk melakukan dribbling sembari berkeliling lapangan. Kecuali satu anak yang tidak memegang bola, akan mengejar temannya. Jika ada temannya yang kena penjagaan/block-nya maka dia harus bergabung untuk melakukan defense.
Sementara peserta lain yang menggiring bola harus tetap menghindari penjagaan dengan tetap melakukan dribbling keliling. Hingga akhirnya peserta yang melakukan defense sudah tidak bisa lagi mengejar empat peserta lainnya yang bertahan. Permainan ini berjalan selama lima menit.
“Gim ke tiga, ‘around the world’. Para peserta dari kelas ini dibagi dalam empat tim yang berisikan tiga pemain. Mereka memilih nama negara peserta FIBA World Cup 2023 sebagai nama timnya, yakni Indonesia, Spanyol, Jepang, dan Brasil. Karena jumlah peserta terbatas, maka kita mainkan 3×3 untuk shooting around the world ini,” tambah Tamiang.
Baca juga: ‘FIBA World Momentum Unjuk Indonesia Maju di Mata Internasional’ |
Tiap tim masing-masing bermain selama dua menit, Indonesia berhadapan dengan Spanyol, sedangkan Jepang melawan Brasil. Hasil Indonesia versus Spanyol terpaksa ditentukan lewat free throw karena keduanya sama-sama tidak menghasilkan poin selama waktu yang ditentukan. Spanyol menang setelah menjadi yang pertama mencetak poin dari free throw. Sementara, duel Jepang dan Brasil dimenangkan Brasil dengan skor 2-1.
Spanyol dan Brasil kembali beradu di laga final. Lagi-lagi pertahanan kuat kedua tim membuat keduanya belum berhasil mencetak poin di waktu yang ditentukan. Hasil free throw lagi-lagi menjadi penentu. Di mana Brasil yang akhirnya keluar sebagai juaranya kali ini.
Karena seluruh peserta dinilai telah bermain dengan antusiasme tinggi dan keinginan gigih untuk mencetak poin dalam berlatih ini, maka semua peserta di kelas tuna rungu ini mendapatkan hadiah berupa merchendise resmi FIBA World Cup 2023.
“Senang bisa bermain dan berlatih bersama. Tidak ada kesulitan, karena para pelatih mengajar juga dengan bahasa isyarat,” ujar Ezra yang senang mendapatkan hadiah.
Program youth leader ini akan berlanjut di sekolah berikutnya pada pekan depan. Berbeda dengan dua rangkaian sebelumnya, pada kedatangan ketiga nanti mereka akan memberikan pelatihan di sekolah dasar yang tidak memiliki lapangan, sehingga para youth leaders harus berinovasi dalam memberikan materi.
Program yang menjadi alat untuk membantu masyarakat setempat ini akan berjalan hingga jelang dimulainya FIBA World Cup 2023.