Bogor (ANTARA News) – Suasana di Perumahan Telaga Kahuripan gugus Candraloka Parung Bogor, Sabtu (8/8), mendadak heboh, ketika kepolisian mengumumkan bahwa dua orang terkait peledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton 17 Juli lalu adalah tetangga dan orang yang mereka kenal sangat dekat.
Dani Dwi Permana (18) yang disebut sebagai tersangka pelaku pengeboman JW Marriott adalah remaja yang selama ini tinggal di RT 07 dan sehari-harinya bergaul dengan teman-teman remaja lain di perumahan itu.
Sementara Ustad SJ, merupakan imam masjid As Surur sejak setahun lalu, dan tinggal bersama keluarganya di RT 03 di dekat masjid. Dani juga diketahui menjadi “marbot” (penjaga masjid) As Surur.
“Sampai sekarang saya masih `shock`, mengingat informasi itu. Tidak habis pikir kenapa bisa terjadi di sini,” kata seorang pengurus RW X perumahan itu yang tidak mau disebutkan namanya.
Pengurus masjid itu bahkan tetap tidak percaya kalau Dani yang dikenal sangat baik dan ringan tangan itu sudah masuk dalam jaringan teroris.
“Dari tingkah lakunya yang sangat kita kenal selama ini, Dani sepertinya hanya korban. Tidak masuk dalam jaringan teroris. Dia itu bloon, terlalu jujur jadi mudah dipengaruhi,” katanya.
Dani yang penggemar bola basket ini, menurut dia, selain baik, juga jujur dan selalu bersedia membantu siapa saja yang meminta bantuan tenaganya, bahkan dia juga tidak pernah berselisih paham dengan teman-teman mainnya selama ini.
“Tidak ada yang mengira Dani menjadi pelakunya. Kita semua di sini dan teman-temannya masih kaget dengan informasi itu,” katanya.
Menurut pengurus RW itu, sekitar tiga bulan lalu, Dani yang memang dikenal taat beribadah ini pamit pada teman-teman dan sejumlah pengurus Masjid As Surur untuk pergi ke Palembang menengok keluarganya, namun beberapa waktu kemudian keluarga di Palembang menginformasikan bahwa Dani tidak pernah sampai di kota itu.
Dani suatu ketika pernah menghubungi temannya bahwa dia berada di Riau untuk mengikuti acara semacam jamaah tablig, dan akan kembali ke Jakarta pada Juli.
Pengurus RW itu juga mengatakan bahwa Dani belakangan ini memang sangat dekat dengan Ustad SJ, imam nomor satu di masjid As Surur itu, yang menurut pihak kepolisian merupakan perekrut Dani dan Nana, eksekutor bom di Hotel Ritz Carlton.
“Dani sangat dekat dengan Pak Ustad, mungkin Dani mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan dari keluarganya yang sedang berantakan,” katanya.
Seorang pengurus Karang Taruna di Candraloka yang juga aktif di Masjid As Surrur, juga mengatakan bahwa selama ini pergaulan Dani dengan teman-temannya sangat wajar, sepertinya remaja lainnya.
“Selain basket, dia juga senang main `game online` bersama teman-temannya. Kalau ngobrol pun tidak pernah bahas yang aneh-aneh soal agama atau negara,” katanya.
Dani selama ini tinggal hanya berdua bersama kakaknya, Jaka, di Blok DD 14/6. Ayahnya, Zulkifli, yang merupakan petugas Satpam di perumahan itu saat ini sedang mendekam di LP Paledang Bogor karena kasus pencurian. Sementara ibu dan adik-adiknya pindah ke suatu kota di Kalimantan.
Meski hanya berdua dengan kakaknya, Dani masih bisa meneruskan sekolahnya di SMA Yadika VII Bogor jurusan IPS dengan prestasi yang tidak buruk, meski gagal dalam ujian masuk perguruan tinggi negeri beberapa waktu lalu.
Ustad SJ
Keberadaan dua tersangka teroris yang selama ini aktif di Masjid As Surur juga membuat Ketua Takmir Masjid, Syuhelmaidy Syukur, seakan tidak percaya, karena keduanya selalu bersikap wajar dan tidak mencurigakan baik dalam kegiatan di masjid dan di lingkungan tetangga.
Selama menjadi imam masjid setahun ini dan beberapa kali mengisi pengajian di Masjid itu, Ustad SJ selalu menyampaikan materi pengajian yang wajar dan tidak pernah bertindak dan bersikap yang aneh.
“Untuk pengajian kita selalu berikan sesuai tema. Pak SJ selalu mendapat materi tentang Al Quran. Saat berbincang-bincang, Ustad SJ juga tidak pernah berbicara soal yang mencurigakan,” katanya.
Syuhel menambahkan bahwa sejak Maret lalu, Ustad SJ meninggalkan kediamannya di Chandraloka tanpa sempat berpamitan kepada dirinya sebagai Ketua Takmir Masjid.
Sejumlah warga di Chandraloka mengatakan, Ustad SJ pada suatu forum usai Sholat Subuh pernah berpamitan kepada jamaah saat itu karena akan pindah ke Solo Jawa Tengah untuk mengurus tanah wakaf dan pesantren.
Ustad SJ selama di Chandraloka tinggal di blok CC 3 nomor 6 atau berjarak sekitar 25 meter dari Masjid As Surrur. Rumah itu diketahui Ketua RT sebagai rumah milik kakak SJ yaitu Syahril.
Salah seorang jamaah masjid, Sodik, mengatakan, selama menjadi imam masjid dan tinggal di kompleks perumahan itu, Ustad SJ sangat baik dan ramah. “Sosialisasinya sangat manis terhadap warga sekitar termasuk jamaah masjid. Ceramah-ceramah beliau juga tidak pernah menyinggung sedikit pun mengenai hal-hal yang radikal,” katanya.
Ustad itu, ujarnya, sering ikut bermain voli bersama warga dan tidak pernah terlihat melakukan tindakan yang mencurigakan selama ini.
“Beliau itu sempat membuka usaha jual madu, obat-obat dari Timur Tengah dan melakukan pengobatan melalui terapi bekam. Istrinya meski bercadar juga masih bergaul dengan tetangga,” katanya.
Namun, Ketua RW X, Joko Sukrjo, mengatakan bahwa selama menjadi imam Masjid As Surur, Ustad SJ pernah mengajarkan para remaja masjid untuk berjihad membela kebenaran yang mereka yakini.
“Setelah terbongkarnya kasus ini, teman-teman Dani di masjid bercerita bahwa Ustad SJ pernah mengajarkan kepada mereka dan Dani untuk berjihad, karena dengan berjihad mereka akan mendapatkan kelebihan dan saat mati mereka akan dijemput menuju surga oleh bidadari,” kata Joko.
Ajaran ini bagi para remaja masjid As Surrur lainnya mungkin hanya bersifat pendidikan, tetapi tidak mungkin bagi Dani yang belakangan dalam kondisi labil karena keluarganya yang sedang berantakan.
“Ajaran itu mungkin langsung masuk ke otak Dani yang dalam kondisi labil sehingga ia mau menuruti ajakan untuk melakukan bom bunuh diri,” katanya.
Untuk mengantisipasi berkembangnya ajaran Ustad SJ itu di kalangan remaja masjid As Surrur, Joko mengatakan pihaknya telah mengumpulkan para remaja di bawah Karang Taruna segera setelah kasus Dani terbongkar, untuk memberikan penjelasan mengenai ketidakbenaran ajaran itu.
“Dengan kasus Dani, para remaja baru tersadarkan bahwa ajaran itu salah. Kalau kasus ini tidak terbongkar, mungkin akan banyak pengikut Ustad SJ yang lain,” katanya.
Joko yang menjadi RW sejak awal tahun ini mengatakan bahwa selama ini Ustad SJ memang sangat dekat dan mampu memikat kaum remaja di Masjid As Surrur dengan berbagai kegiatan yang dipeloporinya.
“Beberapa tahun ini memang kegiatan remaja hanya sedikit bahkan `vacum` dan di saat itulah Ustad SJ muncul menghimpun kegiatan remaja masjid,” katanya.
Joko juga sudah meminta kepada para orangtua para remaja untuk terus mengingatkan anaknya agar tidak mengikuti jejak Dani.
Pendataan ulang warga
Mencegah terulangnya keberadaan anggota jaringan teroris di wilayahnya, pengurus RW X akan segera melakukan pendataan ulang warga yang saat ini tinggal di perumahan yang lokasinya memang agak terpencil di Kabupaten Bogor itu.
Ketua RW X Joko Sukarjo mengatakan pengurus RW bersama pengurus sembilan RT yang ada di RW tersebut telah sepakat untuk memperketat pengawasan terhadap warga yang tinggal di RW X yang jumlahnya mencapai 350 Kepala Keluarga.
“Semalam (Minggu, 9/8) kita langsung rapat dan sepakat untuk memperketat data warga terutama pada para pendatang baru khususnya golongan yang “bercadar”, bukan saja untuk menunjukkan KTP tetapi juga surat nikah, kartu pekerjaan serta asal muasal warga itu,” katanya.
Pengetatan data warga itu, ujar Joko, merupakan langkah antisipasi untuk mencegah terulangnya peristiwa Dani dan SJ di perumahan itu.
Mengenai fokus pada warga yang “bercadar” menurut Joko dilakukan karena selama ini mereka cenderung tertutup kepada lingkungan sekitarnya dan tidak mau bersosialisasi dengan tetangga.
“Dua tahun belakangan jumlah golongan mereka semakin banyak dan sudah ada di setiap RT. Jadi kami minta para pengurus RT untuk segera mendata ulang warganya,” kata Joko.
Joko meminta kepada pengurus RT untuk dalam waktu dua minggu segera melaporkan data baru warganya masing-masing dan akan dijadikan arsip untuk keperluan RW.
Mengenai kemungkinan melakukan operasi penyisiran di lingkungan RW X untuk mencari warga yang tidak jelas identitasnya, Joko mengatakan rencana itu juga diusulkan oleh warga, namun diputuskan untuk tahap pertama melakukan pendataan ulang.
“Warga bahkan ada yang meminta langsung mengusir warga golongan itu, namun itu kan bisa jadi masalah HAM, jadi kita cari jalan terbaik dengan didata dulu, kalau memang datanya lengkap dan bisa dipercaya mereka bisa tinggal di sini,” katanya.
Pemerhati soal masyarakat Islam, Dadang Hawari, mengatakan, pencegahan masuknya jaringan teroris bisa dilakukan dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat mulai dari yang terkecil di tingkat RT dan RW.
“Di kalangan umat muslim ada prinsip sesama muslim itu bersaudara, tidak berburuk sangka dengan umat muslim lainnya. Jadi agak sulit untuk mengetahui dia teroris atau bukan. Peran RT dan RW dibutuhkan untuk mengetahui identitas mereka sejak awal,” katanya.
Prinsip sesama muslim bersaudara inilah, kata Dadang, yang mungkin dipakai para teroris untuk menyusup ke berbagai kelompok muslim tanpa dicurigai dan bisa menyatu dengan masyarakat.
“Harus ada sensor langsung oleh masyarakat terutama kelembagaan RT dan RW harus benar-benar jalan bukan hanya sekadar ada saja seperti kebanyakan sekarang ini,” katanya.
Menurut dia, teroris bisa berada di mana saja, termasuk di sekitar `kita`, karena berbagai persoalan yang menjadi perjuangan dan bibit munculnya terorisme masih tetap ada, seperti ketidakadilan, kemiskinan dan kekufuran. (*)